Al-Qur’an Sebagai Pedoman Hidup

Al-Qur’an mempunyai posisi yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim karena inilah satu-satunya firman langsung kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW yang menerima firman tersebut secara berangsur-angsur melalui Malaikat Jibril. Jadi, Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh manusia dalam menjadi muslim atau seorang manusia yang hanya tunduk pada Allah.

Menjadi rahmat bagi semesta dan bagaimana memberi petunjuk pada manusia untuk bisa menjadi seseorang yang berakhlak mulia tidak hanya kepada sesama manusia melainkan juga kepada sesama makhluk. Sejak awal, Al-Qur’an diturunkan oleh Allah untuk seluruh manusia melalui masyarakat Arab dengan masa pewahyuan yaitu sekitar tahun 611-634 M atau masa kerasulan Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an mempunyai pesan yang bersifat universal, lintas masyarakat, lintas wilayah tetapi pada saat yang sama Al-Qur’an juga punya pesan yang kontekstual sesuai dengan kondisi masyarakat Arab waktu itu dan sesuai dengan tantangan zaman yang dihadapi oleh Rasulullah dan para sahabatnya ketika wahyu diturunkan. Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa di dalam Al-Qur’an juga mengandung pesan yang bersifat umum seperti tauhid kemanusiaan, keadilan, kebajikan. Di samping itu Al-Qur’an juga mengandung pesan kontekstual seperti bagaimana mengatur sistem perbudakan manusia, bagaimana melaksanakan perang, bagaimana mengatur perkawinan dan lain sebagainya yang memang waktu itu ada dan perlu disikapi secara langsung. Kita mesti menyadari bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk untuk mewujudkan kemaslahatan seluas-luasnya karena itu ketika dalam memahami Al-Qur’an, kita mesti menyadari bahwa semua ayat Al-Qur’an itu dijiwai dengan prinsip tauhid dan kebajikan universal.

Tujuan akhir dari petunjuk Al-Qur’an itu adalah mewujudkan sistem kehidupan yang damai tanpa peperangan, tetapi Rasulullah dengan para pengikutnya mengalami suatu masa di mana mereka diperangi oleh pihak lain sehingga tidak ada pilihan kecuali mati atau melawan. Maka, ayat-ayat yang berkaitan dengan perang itu turun dalam kondisi darurat.

Tujuan akhir dari Islam yaitu sistem sosial, maka jawabannya adalah justru sistem sosial tanpa pergudangan inilah antar sesama makhluk itu tidak boleh bertentangan dengan penghambaan kepada Allah. Al-Qur’an adalah firman yang Maha Tahu dan Maha Benar, maka semua informasi yang ada di dalam Al-Qur’an didasarkan pada pengetahuan yang tak terbatas. Termasuk ayat-ayat yang memberi petunjuk tentang perbudakan.

Pemahaman kita atas Al-Qur’an terbatas. Bagaimana cara kita memastikan pemahaman kita sesuai dengan apa yang dikehendaki? Salah satu ciri dari pemahaman terhadap Al-Qur’an yang valid adalah tidak bertentangan dengan Islam di mana Al-Qur’an menjadi petunjuk yaitu tauhid dan melahirkan kemaslahatan bersama seluas-luasnya. Maka jika ada pemahaman atas ayat Al-Qur’an kemudian melahirkan kerusakan atau bahkan membahayakan maka kita bisa menolak pemahaman atas Al-Qur’an seperti ini tanpa menolak Al-Qur’annya.

Latar belakang keilmuan yang begitu juga latar belakang politik dan ekonomi sangat mungkin ayat yang sama berbicara tentang ketaatan kepada Allah Rasul dan ketaatan kepada Ulil Amri atau atau bagi seseorang yang berada di lingkungan penguasa menjadi bagian dari kekuasaan sangat mungkin ayat ini bermakna ketundukan kepada penguasa. Akan tetapi bagi mereka yang mengambil atau mencari komposisi dari penguasa, sangat mungkin akan menekankan pentingnya pembatasan ke atas ketaatan kepada Ulil Amri untuk tidak bertentangan kepada ketaatan manusia dan rasul.

Al-Qur’an itu sesungguhnya adalah kebenaran yang bersifat mutlak dan universal. Namun, pemahaman manusia itu tidak bersifat mutlak dan kita sangat mungkin mengkritik seseorang atas Al-Qur’an tanpa harus mengkritik Al-Qur’annya. Yang harus kita pegang dalam memahami Al-Qur’an, adalah tidak bertentangan dengan Al-Qur’an untuk mewujudkan kemaslahatan.

Penulis: Ali Mudasir, M.Pd
Editor: Thoriq Majid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *